Friday, 11 October 2019

Nglaroh dan Sendang Siwani Selogiri Wonogiri

Prasasti Nglaroh Selogiri Wonogiri

Bagi anda yang tinggal di wilayah kabupaten Wonogiri pastilah tahu mengenai sejarah yang ada di Selogiri tepatnya di dusun Nglaroh terkait dengan Prasasti Nglaroh yang menjadi salah satu tonggak perjuangan RM Said yang dikenal dengan sebutan Samber Nyawa. Di Nglaroh inilah RM Said mengobarkan semangat perjuangan menentang penjajah Belanda bersama sama dengan para pengikutnya terbukti dari Prasasti Watu Gilang yang digunakan sebagai tempat duduk/singgasana beliau.

Diorama di Sendang Siwani Selogiri Wonogiri

Tak jauh dari Prasasti Nglaroh juga terdapat 2 makam terkait hubungan dengan RM Said yaitu makam Kyai Hasan Nuriman (guru sekaligus mertua beliau) yang berada di sebelah utara dari Prasasti Nglaroh, kemudia ke arah Timur di Gunung Wijil terdapat makam salah satu istri RM Said yaitu Matah Ati (seorang gadis desa yang berhasil mematahkan hati RM Said sehingga beliau menjadikannya sebagai istrinya) yang merupakan putri dari gurunya Kyai Hasan Nuriman tersebut.
Desa Pule merupakan bukti lain yaitu sebagai tempat berkumpulnya para pengikut Samber Nyawa sebelum bergerak melakukan serangan kepada VOC Belanda kala itu. Perang yang berkobar sempat menyebabkan mundurnya pasukan Samber Nyawa, tetapi ketika mendapatkan ilham dari Gusti Alloh di Sendang Siwani maka semangat perjuangan kembali berkobar dan lebih dasyat sehingga VOC Belandapun menjuluki RM Said sebagai Samber Nyawa dan ditakuti oleh para musuh musuhnya di medan pertempuran.

Sendang Siwani Wonogiri

Perjuangan dan ilham tersebut digambarkan pada diorama yang ada di dalam komplek Sendang Siwani, dan disinilah banyak sekali pengunjung yang datang agar menjadi berani seperti Samber Nyawa termasuk beberapa pejabat yang ada sekarang ini.

Logo Mangkunegaran

Selogiri memang tak lepas dari nama Pangeran Samber Nyawa yang merupakan pendiri Pura Mangkunegaran Solo yang terjadi setelah adanya perjanjian Salatiga dimana wilayah Mataram terbagi menjadi 3 bagian yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta dan Pura Mangkunegaran kemudian beberapa waktu kemudian Kasultanan Jogjakarta terpecah kembali menjadi 2 ditambah Pura Pakualaman.
Kita sebagai generasi saat ini harus bisa memahami lika liku sejarah agar tidak mudah terpecah dan menjadikan sejarah sebagai sebuah pengalaman supaya tidak terulang kembali perang saudara di masa yang akan datang karena kesatuan negara dari berbagai golongan sudah disepakati dalam Bhineka Tunggal Ika sesuai dengan keyakinan dan perbedaan tanpa harus dipertentangkan untuk menguntungkan satu golongan saja.