Sunday, 23 January 2022

Menelusuri Riwayat Kyai Haji Fadil Khatib Arum ( Chatibarum) Ulama Kraton Solo

Merunut sejarah keluarga pada akhirnya menemukan hal hal yang membuat saya sedikit kaget dan tertegun. Awalnya ketika mengetahui bahwa Simbah buyut kami memiliki 2 orang istri dan yang lebih membuat kaget istri pertama beliau adalah sepupunya sendiri putri dari pakdhenya yang bernama (biasa dipanggil) Mbah Chatibarum. Melalui sebuah pemaknaan ternyata nama Chatibarum bukanlah nama lahir tetapi nama gelar sebagai salah satu ulama keraton yaitu Khatib Arum ( khatib senior) yang bertugas di Masjid Agung Keraton Surakarta. Hal ini memang sesuatu yang diluar apa yang saya pribadi bayangkan. Penemuan fakta lainnya adalah bahwa garwo dari Mbah Khatib Arum Jenengan Solo (dulu ada pondok pesantren Jenengan tempat beliau mengajarkan ilmu agama) merupakan saudara ipar dari KH Ahmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah juga terlihat korelasi antara KH Ahmad Dahlan dengan Mangkunegaran dimana Mbah Khatib Arum memang masih merupakan keturunan Puro Mangkunegaran dari RAy Samsiyah binti Imam Rozi Singomanjat.
Hingga suatu ketika saya ada sebuah keinginan bertemu salah satu tedak turunnya dan akhirnya dipertemukan salah satunya yang berada di wilayah Wonogiri tepatnya di Giritontro Wonogiri. Disini ada keluarga yang masih merupakan tedak turun dari kyai Khatib Arum Jenengan Solo seperti terlihat pada photo berikut setelah melakukan penelusuran dan akhirnya bisa tersambung kepada beliau.Rumah beliau tepat berada di samping masjid bersama keluarga besarnya. Ada ciri khas dari keluarga besar kami yaitu keramah tambahan ketika berkunjung walaupun baru pertama kalinya, dan nuwun Sewu pada saat itu saya pribadi mirip orang kesasar daripada seorang tamu.
Inilah berkah sebuah silaturahmi dimana akhirnya bisa menyambungkan tali persaudaraan yang sudah lama tidak terkabarkan dan di era modern seperti saat ini saya mencoba untuk menyambungkan lewat media digital. Saya pribadi berkeyakinan bahwa banyak diluar sana orang orang bingung mencari siapa jati diri sesungguhnya dan dari mana asal muasalnya.
Salah satu pengalaman lainnya adalah ketika ada keterkaitan keluarga dari jalur Mbah buyut putri Nyai Djaiyah yang menyambung kepada kyai Hasan Mukmin Langenharjo dimana ayah dari Mbah buyut putri yaitu Kyai Hasan Minhaj adalah saudara kandung tepatnya merupakan adik dari Kyai Hasan Mukmin yang pada akhirnya mempertemukan saya dengan salah satu tedak turun Mbah Hasan Mukmin dari Surabaya yaitu mas Anas dimana beliau setelah berziarah mampir dolan ketempat kami di Mulur yaitu di Kebondeso MulurBanyak hal terkait makna silaturahmi yang bernilai positif antara lain untuk saling menyambungkan rasa persaudaraan.
Kembali kepada cerita Mbah Khatib Arum, yaitu salah seorang putrinya yang dinikahi oleh Mbah buyut kami meninggal setelah memiliki beberapa putra putri salah satu yang saya ingat adalah Mbah Penumping dimana dahulu ketika lebaran kami menyempatkan sowan kepada beliau di Penumping Solo barat stadion Sriwedari.
Yang saya ingat hanyalah pakdhe Mudzakir serta beberapa putra beliau seperti mas Huda dan mas Abu. Untuk selanjutnya saya belum menelisik lebih jauh tentang keluarga Penumping. Kyai Haji Fadil Khatib Arum adalah seorang saudagar batik yang kaya selain merupakan ulama keraton Surakarta pada masa itu. Salah satu cucu beliau dari Mbah Fadlil dijodohkan dengan muridnya dan kemudian menjadi Nyai Mansur pemilik pondok pesantren Popongan. Jadi ada korelasi yang terjadi dalam hubungan antara ulama keraton dengan berdirinya Pondok Pesantren Popongan tersebut.photo Mbah Mansur Popongan. Kyaii Fadlil anak Mbah Khatib Arum adalah seorang saudagar batik yang kaya memilih  Mbah Mansur sebagai menantu bukan tanpa sebab. Jalur nasab yang kuat menjadi salah satu poin penting agar generasi selanjutnya mampu melanjutkan dakwah agama khususnya di wilayah Popongan dan Sekitarnya (dalam perkembangannya hingga menjadi pondok rujukan se Solo Raya).
Menurut kisah Simbah Putri kami yaitu Mbah Mardiyah Aliyul Hadi juga belajar kepada Mbah Mansur Popongan yang menjadi Mursid Tariqoh Naqsabandiyah Khalidiyah.mungkin dari situlah kemudian saya pun diberikan nama Khalid hehehe....
Dalam penelusuran ini pun setelah mendapatkan informasi dari salah satu pengurus ranting NU yaitu Gus Yarto alias Gus Dur Plarung saya memperoleh kabar bahwa salah satu cucu Mbah Mansur Popongan berada di wilayah Bendosari tak lain adalah pengasuh Ponpes Tahfidz Al Husaini yaitu BP. Abdurrahim yang juga merupakan santri lulusan Al Muayyad Surakarta. Alhamdulillah akhirnya terpahamkan sedikit demi sedikit. Mas Abdurrahim (panggilan jika ngurut sanad dan silsilah) tak lain adalah kakak ipar dari Mas Anwar ketua MWC Bendosari tak lain juga adalah menantu dari Mbah Kusni seorang pelopor NU di wilayah Bendosari. Kini satu persatu mulai dipertemukan kembali.
Cerita akan terus berlanjut dengan sejarah para leluhur dari Bani Zaid

Saturday, 22 January 2022

Kebondeso Mulur Merubah Pandangan Teori Marketing

Sebuah perjalanan dalam kehidupan bahwa ketika dihadapkan pada situasi terdesak seseorang akan mampu memunculkan energi potensial dalam dirinya, seperti keadaan yang dialami di masa Pandemi yang mengubah segala hal keseharian dan menjadikan bagaimana harus tetap bertahan dalam situasi yang memojokkan.
Mengubah suatu teori tentang bidang usaha yang selama ini dianut masyarakat pada umumnya adalah sebuah tantangan besar ditengah situasi yang sangat tidak mengenakkan. Dalam keadaan terjepit sebuah tawaran memulai usaha kuliner dari pemanfaatan kolam budidaya ikan yang secara bertahap diubah menjadi pusat kuliner ikan bakar. Selama kurang lebih 1 tahun pertama ditengah berbagai halangan untuk mencari celah diantara aturan aturan yang serba rumit lahirlah Kebondeso Mulur yang secara pelan tapi pasti menjadi pusat tujuan pecinta sajian ikan bakar di Solo Raya dan sekitarnya.
Dengan slogan Anggep Ae Nggone Dewe kini Kebondeso Mulur menjadi salah satu rujukan kuliner masakan ikan dan tempat yang nyaman untuk keluarga dalam menikmati suasana. Terdapat fasilitas antara lain kolam renang yang bisa digunakan dengan sistem sewa kolam .Bagi masyarakat Sukoharjo dan sekitarnya lokasi Kebondeso Mulur mudah dicapai dengan akses jalan yang baik yaitu beralamat di Balesari RT 2 RW 2 Mulur Bendosari Sukoharjo yang juga bisa diakses lewat Google Maps
Tempat yang cocok untuk acara arisan keluarga, gathering, reuni ataupun acara rapat dinas sangat luas dengan kapasitas mencapai 300 orang. Tempat nyaman dengan suasana pedesaan dimana anda dapat menikmati semilir angin dan kicauan burung burung liar disekitar Kebondeso Mulur

Bubarnya Majapahit dan Pelarian Para Senopati di wilayah Selatan Pulau Jawa



 Runtuhnya salah satu kerajaan terbesar di nusantara yaitu Majapahit setelah adanya kudeta internal yang dilakukan salah seorang punggawa Majapahit kala itu menyebabkan banyak anak anak dari Brawijaya V yang melarikan diri dan menyelamatkan diri ke bagian selatan Pulau Jawa dari Trenggalek hingga Gunung Kidul. Salah satu putra Brawijaya V yang mencoba membela ayahnya yaitu Raden Patah dari Demak tak mampu untuk mengajak kembali sang Brawijaya V kembali pada tahtanya dan justru menyerahkan kuasa untuk melanjutkan kekuasaan melalui Demak Bintoro. Banyak yang mengira karena raden Patahlah yang mengkudeta Brawijaya V namun sesungguhnya justru Raden Patah membela kehormatan Brawijaya V yang merupakan ayah kandungnya dari seorang istri yang berasal dari Champa tersebut. Hal ini bisa anda telusuri mengenai asal dan usul Banyuwangi.

Saat itu Brawijaya V sudah mulai tahapan menjadi seorang Pandhita atau Brahmana dimana melepaskan hasrat dan nafsu duniawinya untuk lebih fokus pada batiniahnya. Hingga di akhir hayatnya akhirnya mengikuti Raden Patah memeluk Islam dan kemudian muksa (berganti identitas) sebagai orang biasa menyusuri pulau Jawa hingga ke wilayah selatan yaitu Pacitan. Bahkan saya menemukan sebuah keunikan yaitu mengenai makam seorang selir Brawijaya yang berada di Gunung Kidul dibawah perbukitan Gunung Gambar daerah Wonosari. Putra Putri Brawijaya dapat ditelusuri jejaknya di bukit bukit sepanjang pegunungan seribu salah satunya yang terkenal yaitu di Taruwongso yang merupakan salah satu dari 117 putra beliau yaitu Joko Tawangsari yang kini dimakamkan di Taruwongso tersebut. Sedangkan putra yang lain adalah Ki Ageng Majasto yang berada di Bukit Bumi Arum Majasto. Belum banyak yang mengungkap tentang korelasi ini namun saya pribadi yakin dengan hal tersebut.

Selain kedua tempat tersebut masih ada beberapa tempat lain yang belum diekspose oleh khalayak dan masih menjadi sebuah misteri. Namun ada salah satu putra yang berasal dari Wengker yang merupakan putra tertua dari Brawijaya V yang seolah memberikan sebuah teka teki bagi anak keturunannya untuk mencari jati diri dengan sebuah kode yang pada saat ini berlaku, karena dari Wengkerlah salah satu sumber penelusuran baik yang berasal dari Demak, Pajang bahkan hingga era Mataram yang saling terjalin untuk kembali membuat Nusantara kembali jaya seperti masa Majapahit.

Salah satu yang menjadi ciri khas bagi para anak cucu Majapahit adalah sadar tidak sadar selalu memanjangkan rambut kepalanya dan itulah menjadi salah satu yang terlihat jelas bagi yang sudah memahami secara mendalam tentang keterkaitan hal ini. Banyak hal belum terungkap secara gamblang karena memang hanya akan ditelusuri oleh para anak cucu yang mendapatkan amanah untuk hal tersebut. Semoga ke depan sejarah akan terbuka dengan segamblang gamblangnya dan mengubah tatanan yang sudah terlalu komplek saat ini. Semoga.