Hingga suatu ketika saya ada sebuah keinginan bertemu salah satu tedak turunnya dan akhirnya dipertemukan salah satunya yang berada di wilayah Wonogiri tepatnya di Giritontro Wonogiri. Disini ada keluarga yang masih merupakan tedak turun dari kyai Khatib Arum Jenengan Solo seperti terlihat pada photo berikut setelah melakukan penelusuran dan akhirnya bisa tersambung kepada beliau.Rumah beliau tepat berada di samping masjid bersama keluarga besarnya. Ada ciri khas dari keluarga besar kami yaitu keramah tambahan ketika berkunjung walaupun baru pertama kalinya, dan nuwun Sewu pada saat itu saya pribadi mirip orang kesasar daripada seorang tamu.
Inilah berkah sebuah silaturahmi dimana akhirnya bisa menyambungkan tali persaudaraan yang sudah lama tidak terkabarkan dan di era modern seperti saat ini saya mencoba untuk menyambungkan lewat media digital. Saya pribadi berkeyakinan bahwa banyak diluar sana orang orang bingung mencari siapa jati diri sesungguhnya dan dari mana asal muasalnya.
Salah satu pengalaman lainnya adalah ketika ada keterkaitan keluarga dari jalur Mbah buyut putri Nyai Djaiyah yang menyambung kepada kyai Hasan Mukmin Langenharjo dimana ayah dari Mbah buyut putri yaitu Kyai Hasan Minhaj adalah saudara kandung tepatnya merupakan adik dari Kyai Hasan Mukmin yang pada akhirnya mempertemukan saya dengan salah satu tedak turun Mbah Hasan Mukmin dari Surabaya yaitu mas Anas dimana beliau setelah berziarah mampir dolan ketempat kami di Mulur yaitu di Kebondeso MulurBanyak hal terkait makna silaturahmi yang bernilai positif antara lain untuk saling menyambungkan rasa persaudaraan.
Kembali kepada cerita Mbah Khatib Arum, yaitu salah seorang putrinya yang dinikahi oleh Mbah buyut kami meninggal setelah memiliki beberapa putra putri salah satu yang saya ingat adalah Mbah Penumping dimana dahulu ketika lebaran kami menyempatkan sowan kepada beliau di Penumping Solo barat stadion Sriwedari.
Yang saya ingat hanyalah pakdhe Mudzakir serta beberapa putra beliau seperti mas Huda dan mas Abu. Untuk selanjutnya saya belum menelisik lebih jauh tentang keluarga Penumping. Kyai Haji Fadil Khatib Arum adalah seorang saudagar batik yang kaya selain merupakan ulama keraton Surakarta pada masa itu. Salah satu cucu beliau dari Mbah Fadlil dijodohkan dengan muridnya dan kemudian menjadi Nyai Mansur pemilik pondok pesantren Popongan. Jadi ada korelasi yang terjadi dalam hubungan antara ulama keraton dengan berdirinya Pondok Pesantren Popongan tersebut.photo Mbah Mansur Popongan. Kyaii Fadlil anak Mbah Khatib Arum adalah seorang saudagar batik yang kaya memilih Mbah Mansur sebagai menantu bukan tanpa sebab. Jalur nasab yang kuat menjadi salah satu poin penting agar generasi selanjutnya mampu melanjutkan dakwah agama khususnya di wilayah Popongan dan Sekitarnya (dalam perkembangannya hingga menjadi pondok rujukan se Solo Raya).
Menurut kisah Simbah Putri kami yaitu Mbah Mardiyah Aliyul Hadi juga belajar kepada Mbah Mansur Popongan yang menjadi Mursid Tariqoh Naqsabandiyah Khalidiyah.mungkin dari situlah kemudian saya pun diberikan nama Khalid hehehe....
Dalam penelusuran ini pun setelah mendapatkan informasi dari salah satu pengurus ranting NU yaitu Gus Yarto alias Gus Dur Plarung saya memperoleh kabar bahwa salah satu cucu Mbah Mansur Popongan berada di wilayah Bendosari tak lain adalah pengasuh Ponpes Tahfidz Al Husaini yaitu BP. Abdurrahim yang juga merupakan santri lulusan Al Muayyad Surakarta. Alhamdulillah akhirnya terpahamkan sedikit demi sedikit. Mas Abdurrahim (panggilan jika ngurut sanad dan silsilah) tak lain adalah kakak ipar dari Mas Anwar ketua MWC Bendosari tak lain juga adalah menantu dari Mbah Kusni seorang pelopor NU di wilayah Bendosari. Kini satu persatu mulai dipertemukan kembali.
Cerita akan terus berlanjut dengan sejarah para leluhur dari Bani Zaid
No comments:
Post a Comment