Ribuan bunga enceng gondok mekar di Kali Mati Tangkisan |
Setelah mendapatkan petunjuk saat bermalam di pusara ayahandanya yaitu Ki Ageng Pengging (Kebo Kenongo) sang prawira Kasultanan Demak yaitu Joko Tingkir bergegas mencari sosok pakdhenya yang berjuluk Ki Buyut Banyu Biru yang tak lain dikenal sebagai Ki Ageng Purwoto Sidik bagi masyarakat di Jatingarang Weru Sukoharjo. Dalam cerita lainnya Ki Buyut Banyu Biru ini juga diperkirakan sebagai Kebo Kanigoro kakak kandung dari Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) yang konon suka bertapa dan menyendiri dari hiruk pikuk kehiduan dunia. Ada sebuah kampung di Desa Kedung Winong Nguter yang bernama kampung Krebet konon penamaan tersebut terkait sebuah sumber mata air di bawah sebuah pohon beringin yang didalamnya terdapat bekas jejak kaki Mas Karebet (nama lain/nama kecil Joko Tingkir) dan hingga kinipun situs sejarah itupun masih ada. Dan perjalanan itupun sampailah Joko Tingkir di tempat yang kini disebut sebagai wilayah Jatingarang Weru. Setelah berjumpa dan mendapatkan ilmu kanuragan serta petuah-petuah maka kemudian bersama Ki Manca (yang kemudian menjadi salah satu pendamping Joko Tingkir sebagai patihnya) mereka bergegas menyusuri Kali Dengkeng hingga sampai di Majasta untuk meminta restu kepada Ki Suta Wijaya (dikemudian hari nama ini dipakai sebagi nama anak angkat Joko Tingkir). Perjalanan pun berlanjut hingga sampai di Kedung Srengenge saat itu terlihat seorang gadis cantik yang berada di pinggir Bengawan Solo yang tak lain adalah putri dari Ki Bahurekso (siluman buaya putih penunggu Kedung Srengenge) hinga terjadilah pertarungan antara Ki Bahurekso dengan Joko Tingkir dan dimenangkan oleh sang pemuda itu. Konon perjalanan selanjutnya gethek yang dinaiki oleh Joko Tingkir akhirnya dibantu oleh kawanan buaya yang kalah dalam pertempuran tadi hingga ke Demak untuk bertemu dengan Sultan Demak dan kembali mengabdi setelah pelarian sebelumnya.
Wilayah di Sukoharjo yang terkait dengan sejarah perjalanan Joko Tingkir/Mas Karebet antara lain wilayah di Jatingarang Weru, Kali Dengkeng, Bengawan Solo (Kedung Srengenge. Butuh Sonorejo) yang merupakan perlintasan dari rombongan Joko Tingkir menuju ke Demak. Sayangnya keberadaan Kedung Srengenge kini tertutupi oleh enceng gondok karena sudah menjadi Kali Mati dimana aliran asli Bengawan Solo kini dipindahkan ke sebelah barat karena adanya normalisasi/pelurusan Bengawan Solo yang kemudian menyisakan Kali Mati sepanjang lebih dari 10km antara Tawangsari hingga Grogol.
Salah satu tempat yang juga merupakan sisa kisah Joko Tingkir adalah tempat satang (dayung) getheknya yang dibuang dan menjadi pohon dan berbunga indah (Sono) sehingga Sinuhun Pakubowono 6 memberikan nama Sonorejo yang berarti tempat bunga yang indah dan pada akhirya menjadi ramai (Rejo). Sedangkan tempat Ki Ageng Butuh hingga kini disebut sebagai Kampung Butuh.
Salah satu petilasan yang saat ini masih ramai menjadi tempat ziarah adalah Makam Sutawijaya alias Ki Majasta yang berada di desa Majasto Sukoharjo dimana makam tersebut berada di sebuah bukit di sisi timur dari Kali Dengkeng yang merupakan salah satu anak sungai dari Bengawan Solo.
Peninggalan Joko Tingkir yang lainnya adalah sisa Kerajaan Pajang yang terletak di Pajang yang kini hanya terlihat sedikit saja dari puing-puing bekas Keraton Pajang. Konon di area Pajang inipula ditemukan sebuah arca peninggalan jaman Hindu yaitu sebuah patung sapi yang bisa anda telusuri dari pencarian Google lainnya.
No comments:
Post a Comment