Thursday, 6 August 2020

Misteri Sisa Cerobong Tua Peninggalan Kolonial Belanda di Desa Sugihan

Salah satu bukti adanya penjajahan kolonial Belanda adalah adanya bangunan bangunan tua sisa peninggalan yang salah satunya berbentuk bekas cerobong asap tua yang berada di desa Sugihan kecamatan Bendosari Sukoharjo
Lokasi yang berada di sebelah utara dari Waduk Mulur ini konon dulunya merupakan bekas pabrik milik kolonial Belanda. Yang tersisa saat ini hanyalah sebuah bangunan batu bata bertumpuk yang mirip sebuah cerobong asap menjulang tinggi sekitar 5 meter.
Lokasi berada di depan Ponpes Al Ukhuwah Sugihan sekitar 100 meter dari jalan raya Mulur-Sidan ke arah barat. Lokasi berada di area persawahan dan ladang ini tampak tidak terawat dan tegak membisu menjadi saksi perubahan jaman sejak 100 tahun yang lalu.
Belum ada informasi yang menjelaskan keberadaan sisa bangunan tua ini, hanya menurut kabar yang dihimpun dari medsos adalah bekas bangunan pabrik Belanda.
Nah anda dapat susuri sendiri jika tertarik dengan keberadaan cerobong asap ini semoga menambah informasi yang sangat terbatas ini.

Sunday, 2 August 2020

Keris Jejak Budaya dan Seni Leluhur


Bagi masyarakat Indonesia tentu tidak asing dengan kata Keris khususnya masyarakat Jawa, Bali dan Melayu. Keris pada masa dahulu memiliki fungsi sebagai senjata pertarungan jarak dekat dan berguna sebagai senjata tikam.
Seiring berjalannya waktu kini keris berubah fungsinya yaitu sebagai pusaka, koleksi, dan hiasan. Keris yang memiliki beberapa syarat komponen seperti pesi, ganja, wilah harus dalam satu kesatuan utuh dan tidak tepisahkan. Hasil tempaan bahan logam hingga berartus bahkan ribuan kali inilah yang membuat keris memiliki pamor unik di setiap wilahannya dan pasti berbeda di setiap wilah keris.
Ada puluhan jenis pamor keris dan jenis dhapur/bentuk keris sesuai dengan karakter si pemilik keris. Panjang wilah keris mulai dari 27cm hingga 40cm bisa menjadi penanda usia wilah keris tersebut selain dari kandungan bahannnya.
Keris juga memiliki ciri khas sesuai dari tempat asalnya semisal keris Jawa akan berbeda dengan model keris Bali atau keris Melayu. Sarung keris yang disebut Warangka serta gagang keris bernama Deder juga memiliki keunikan tersendiri berbahan jenis kayu tertentu seperti Cendana, Trembalu,Setigi ataupun bonggol Jati dimana memiliki ciri khasnya masing masing. Model ukiran Putri Kinurung paling banyak digunakan pada ukiran Deder keris.
Jenis keris mini atau dikenal dengan nama Cundrik juga memiliki keunikan lainnya yaitu bentuk yang kecil dan biasa diselipkan dipinggang depan pada masa dahulu seperti belati yang berfungsi sebagai alat jaga diri. Konon para wanita bangsawan dulu selalu dipersenjatai Cundrik ini untuk berjaga jaga dari serangan musuh.

Monday, 3 February 2020

Masjid Agung Jatisobo Peninggalan Sejarah Masa Paku Buwono IV

Masjid Agung Jatisobo

Di wilayah Sukoharjo bagian Tenggara terdapat sebuah bangunan yang bisa menjadi situs sejarah mengingat usianya yang tergolong tua yaitu era  Paku Buwono IV yaitu Masjid Agung Jatisobo di desa Jatisobo Polokarto. Masjid yang didirikan oleh Khatib Iman salah satu penghulu keraton masa itu yang ingin keluar dari benteng untuk mendakwahkan ilmunya lebih luas dimana kemudian dikenal sebgai Kyai Ketib Biman. Pada awalnya beliau mendirikan sebuah pondok di wilayah yang bernama Kayu Apak karena pada saat itu salah satu muridnya bertanya "Kayu Apak?" yang berarti kayu apa yang melintang disungai itu, karena logat Banyumasan yang kental maka menjadi Kayu Apak.
Perpindahan pomdok ke Jatisobo bukan tanpa sebab, dikarenakan banyak musibah yang menimpa para santri saat mandi di Kali Samin saat itu terlebih ketika malam hari dan gelap. Maka diputuskan untuk berpindah lokasi ke Jatisobo.
Pada saat itu ada sebuah pohon jati yang tinggi dan menjulang dan konon bayangan pohon itupun sampai ke kraton sehingga dicarilah dan dinamai Jatisobo karena pohon jati yang bayangannya sampai ke kraton. Konon pohon jati itupun ditebang dan diambil oleh keraton kemudian ditukar dengan kayu dari Donoloyo untuk kemudian dijadikan bangunan Masjid Agung Jatisobo ini. Kyai Ketib Iman menurut penuturan warga masih terkait dengan jalur Imam Besari Tegalsari Ponorogo dan merupakan salah satu keturunannya yang tinggal dan mengabdi di Keraton Surakarta.
Kini Masjid Agung Jatisobo masih kokoh berdiri dan dimanfaatkan warga sekitar sebagai tempat untuk mengaji dan memperdalam agama. Setiap hari Jumat pun masyrakat berbondong bondong untuk melaksanakan sholat Jumat di Masjid ini.
Semoga tulisan ini memperkaya pengetahuan kita dalam mendalami agama dan sejarah mengenai penyebaran Islam khususnya di wilayah Indonesia ini

Sunday, 26 January 2020

Bani Hasan Minhaj Keturunan Minhajul Abdidin Kyai Kharismatik Solo



Bani Hasan Minhaj Solo

Dalam tulisan kali ini kami mencoba mengupas mengenai salah satu kyai kharismatik di Kota Solo yaitu Kyai Minhajul Abidin yang merupakan ayah dari Kyai Hasan Mukmin dan Mbah Hasan Minhaj yang makamnya berada di kampung Gabudan Solo sebelah selatan kawasan Gading Solo. Beliau inilah yang nantinya menurunkan keluarga Hasan Minhaj atau dikenal sebagai Bani Hasan Minhaj Solo Raya dimana untuk makam Hasan Minhaj berada di pemakam Pracinoloyo Makam Haji.Sebab salah satu putra beliau bernama Hasan Mukmin (Langenharjo) dan Hasan Minhaj, dari Hasan Minhaj inilah lahir putra dan putri antara lain Mbah Tepo Sumarto seorang saudagar batik Kauman yang merupakan ayah dari Kyai Muslim Rifai Imampuro atau dikenal sebagai mbah Liem Karanganom Klaten pendiri Ponpes Al Mutaqqien Pancasila Sakti (Al Pansa), kemudian seorang putri bernama Djaiyah yang semare di TPU RA Serang Mulur Sukoharjo, serta Mbah Bei dimana tidak ada lagi penerus keturunannya sebab satu satunya putri yang dimilikinya meninggal setelah ijab qobul pernikahannya.

Mbah Mardiyah Ali Hadi (paling kanan) dzuriyah Bani Hasan Minhaj bersama para ponakannya

Hasan Minhaj merupakan kakek kyai Muslim Rifai Imampuro, yang menarik adalah anak kedua kyai Abidin ini yang bernama Hasan . Imampuro adalah gelar jabatan dari keraton setingkat ulama keraton/penghulu di masa itu. Bani Hasan Minhaj kini sudah tersebar dan banyak sekali dzuriyahnya, sebab memang sudah sekian puluh tahun perkembangan para dzuriyah dari beliau yang kebanyakan berada di Klaten, Boyolali, Solo dan Sukoharjo.

Putra putri, cucu dan cicit dari Kyai Muh Soleh Bakri Mulur

Salah satunya dzuriyah dari Mbah Djaiyah yang seorang istri Naib Bendosari di tahun 1930 yaitu KR Dirjo Santosa atau dikenal juga dengan nama lain Kyai Muhammad Soleh Bakri yang turut dalam perjuangan kemerdekaan dan meninggal sebab dianiaya oleh pihak Belanda karena rahasia beliau dibocorkan oleh seorang teman dekatnya. Kini makam Kyai Muh Soleh berada di TPU RA Serang Mulur Sukoharjo.

KH Ach. Saifudin Zuhri putra mbah Lim Klaten

Bani Hasan Minhaj masih rutin berkumpul setiap 1 Muharam atau 1 Suro untuk menjalin tali silaturahmi agar tidak putus dan tidak kepaten obor bagi generasi selanjutnya. Salah seorang putra mbah Liem yang aktif hadir adalah Kyai Haji Saifuddin Zuhri yang kini melanjutkan mengelola Ponpes Al Muttaqien Karanganom Klaten. 
Menurut pakdhe Zuhri dari cerita mbah Liem semasa hidupnya ada keterkaitan antara Kyai Hasan Minhaj (kakek kami) dengan kyai Hasan Mukmin Langenharjo sebagai kakak beradik dan beberapa kali pakdhe Zuhri ini sempat mengantarkan mbah Liem untuk berziarah ke makam mbah Hasan Mukmin tersebut. 
Demikian sekilas mengenai Bani Hasan Minhaj Solo sebagai pengingat untuk tetap menyambung silaturahmi diantara para dzuriyahnya, jika ada kritik dan saran bisa menghubungi WA 081227078272 dengan kontak  Khalid dimana segala informasi terkait nantinya akan kami tampilkan sebagai penambah informasi di blog ini. Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan karena terbatasnya informasi yang berhasil kami telusuri.

Saturday, 25 January 2020

Kyai Sayyid Iman Penyebar Islam di Timur Sukoharjo

Goa Mertan tempat Kyai Sayyid Iman berlindung dari kejaran VOC Belanda

Kyai Sayyid Iman atau dikenal masyarakat sekitar makam beliau sebagai Mbah Sayidiman adalah seorang ulama keraton Surakarta semasa Sinuhun Paku Buwono VI yang diperbantukan kepada RA Serang untuk menemani selepas RA Serang datang ke Keraton Surakarta pada saat pasca tertangkapnya Pangeran Diponegoro. Konon tongkat komando Pangeran Diponegoro diserahkan kepada RA Serang ini hingga akhirnya meminta perlindungan kepada PB VI namun karena situasi keraton saat itu yang sudah dikuasai oleh VOC Belanda sehingga Sinuhun tidak mampu berbuat banyak dan hanya memberikan pesan carilah tempat yang aman dan nantinya akan diberikan sebagai tanah perdikan dan diberikan pengawal yaitu Kyai Sayyid Iman.
Namun karena situasi yang genting pada akhirnya rombongan inipun terpecah sebab Kyai Sayyid Iman diketahui membantu RA Serang akhirnya bersembunyi di Goa Mertan. Setelah situasi aman dan kndusif akhirnya beliau menetap dan tinggal di Bumi Mertani kemudian seiring berjalannya waktu terjadi perpindahan kediaman dan sampailah di tempat yang kemudian dinamakan Mulur dari kalimat Mugi mugi sedulur (menjadi kerabat) dan terbuktilah bahwa kemudian anak turunnya menjadi sebuah keluarga besar di daerah Mulur dengan pernikahan silang dengan beberapa keturunan dari laskar Diponegoro yang tersisa antara lain dari keturunan Kyai Dawud Jatisalam.
Dalam kehidupan kesehariannya Kyai Sayyid Iman sebagai pendakwah ajaran agama Islam sesuai dengan gelar Sayyid yaitu dzuriyah dari Rasulullah Muhammad SAW dan hingga kini terus berlanjut kepada para dzuriyahnya yang memang lebih condong dalam mendalami agama Islam walaupun tidak secara formal.
Doa Kyai Sayyid Iman menjadikan desa Mulur sangat tentram dalam suasana kekeluargaan dan sangat jarang terjadi gesekan dalam kehidupan keseharian walaupun terdiri dari beberbagi golongan bahkan dalam keyakinan. Doa inilah yang membuat warga damai dan tentram hingga saat ini. Karomah yang dimiliki sang Kyai pun sudah tidak diragukan lagi, sehingga banyak peziarah yang datang ke makam beliau dari berbagai daerah. Sebagai pengingat disarankan jika berdoa mintalah kepada Gusti Alloh lantaran wasilah beliau karena hanya dari Gusti Allohlah segala rahmat dan hidayah datang seperti apa yang kyai Sayyid Iman ajarkan kepada masyarakat di kala beliau masih hidup. Bagi yang melanggar bukan kebahagiaan namun justru azablah yang akan menimpa sebab kedekatan beliau dengan Sang Khaliknya tidak diragukan lagi.
Kisah tentang Kyai Sayyid Iman (mbah Saidiman) lekat dengan masyarakat di sekitar Waduk Mulur bahkan ada beberapa yang meyakini beliau adalah Waliyullah sehingga makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Kisah Perang Diponegoro adalah titik dimana beliau harus meninggalkan keraton untuk berjuang dan berdakwah di masyarakat. 
Sebagai generasi muda patut kita contoh perjuangan dakwah beliau dan sangatlah pantas sebagai warga Mulur jika menjuluki Kyai Sayyid Iman alias Mbah Sayidiman sebagai Legend Heronya wilayah Mulur.

Monday, 20 January 2020

Merunut Silsilah Keluarga Besar Trah

Silsilah Mangkunegaran dalam Piagam Sentono

Setiap manusia yang terlahir dari orang tua pasti juga memiliki leluhur atau orang orang yang lebih dahulu ada sebelum orang tua kita. Sejak Nabi Adam AS diciptakan sudah menjadi jutaan manusia di muka buni ini. Dalam sebuah ayatpun sudah diterangkan bahwa diciptakannya manusia yang berbangsa bangsa agar untuk saling mengenal, terlebih jika memang ada keterkaitan keluarga baik dalam aliran sedarah ataupun karena faktor pernikahan. Kali ini kami mencoba mengulik bagaimana cara Merunut Silsilah Keluarga Besar Trah sehingga nantinya akan bermanfaat dan berguna bagi kehidupan selanjutnya.
Sebelum kita mulai maka kita harus punya tujuan untuk apa kita merunut sejarah dan silsilah keluarga. Tujuan yang paling mulia dan sesuai dengan ajaran agama adalah sebagai pemersatu tali silaturahmi, pun pernah dikatakan ketika kedua orang tua kita meninggal maka silaturahmi jangan sampai terputus baik kepada keluarga masing masing maupun kepada para sahabat, teman, rekan dari orang tua kita. Mengenal silsilah adalah sebagai motivasi kita untuk lebih baik di masa yang akan datang dengan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh para lelhur kita.
Ada 2 jalur yang bisa kita runutkan yaitu jalur ayah dan jalur ibu. Masing masing nantinya ke atas akan semakin besar karena bertambah lagi dan terus bertambah seperti model skema piramida terbalik. Dari ayah tentu ada kakek dan nenek begitu juga dengan jalur ibu kita. Carilah orang orang terdekat yang bisa meriwayatkan secara valid dari hal hal yang kita ketahui sebagai contoh adalah nama dan profesi yang dijalani.
Yang menarik bahwa pada suatu saat kita akan ketahui jika kemungkinan ada kaitan dengan tokoh tertentu yang tak lain adalah lelhur kita. Nah inilah yang kami maksudkan pada awal tadi bahwa merunut sejarah akan memberikan semangat untuk berbuat kebaikan seperti leluhur terdahulu.
Istilah kepaten obor dalam dunia silsilah Jawa banyak ditemui karena ada putus informasi terkait sejarah para leluhur. Oleh sebab itulah kita harus mencari obor yang masih menyala artinya menjumpai orang orang yang hafal dan faham tentang silsilah yang ada. Bukti valid akan lebih otentik jika ada bukti tertulis yang sah dengan bukti tersebut maka akan lebih tepat.
Bukti otentik bisa berupa akte kelahiran, piagam ataupun sertifikat terkait data data didalamnya yang dikeluarkan secara otentik oleh pihak terkait. Jika anda merasa memiliki darah trah biasanya ada kecenderungan untuk menelisik lebih lanjut siapa para leluhur terkait. Namun hal inipun tak semudah membalikkan telapak tangan terlebih jika ada informasi terputus dan tidak ada data otentik yang tertulis. Sebagai contoh banyak kesimpang siuran data karena memang di masa lampau minin sekali orang orang yang menuliskan riwayat dan sejarah keluarga karena dianggap suatu hal yang tidak begitu penting. Padahal literasi sejarah khususnya terkait keluarga nantinya akan bermanfaat bagi anak turunnya.
Sebagai pengalaman dari apa yang kami alami adalah bahwa pada akhirnya kami mengenal sosok sosok yang ada sebelum kami dimana beliau beliau para leluhur itu adalah orang orang terpilih pada masanya. Jika dirunut lebih lanjut maka akan sampai pada bagian sejarah terkait perjalanan sejarah Indonesia, sebuah informasi yang perlu dan patut diketahui oleh para penerusnya agar kehidupan selanjutnya lebih baik dan bisa meneruskan perjuangan para pendahulu yang memang dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Sunday, 19 January 2020

Trah Brawijaya, Siliwangi hingga Mataram

Sejarah perkembangan Nusantara terus berlanjut hingga hari ini. Setelah terjadi perubahan kondisi masyarakat dari peralihan Majapahit ke Kasultanan Demak hingga munculnya Mataram Islam banyak menyisakan tanda tanya khususnya para anak turunnya yang memang tersebar secara luas baik di Pulau Jawa maupun seluruh Indonesia.
Ada banyak sekali bukti yang bisa kita lihat, khususnya di sepanjang wilayah pesisir selatan tanah Jawa Mulai dari Ponorogo (Bumi Wengker) Pacitan Wonogiri Sukoharjo Gunung Kidul hingga ke Jogja. Ada saling keterkaitan karena memang setelah runtuhnya Majapahit anak anak dari Brawijaya V banyak menyingkir ke selatan
Salah satunya yang sekarang dikenal dengan nama Taruwongso Sukoharjo merupakan salah satu dari anak Brawijaya V yaitu Joko Tawangsari, kemudian adapula makam Ki Ageng Majasto yang juga masih terkait. Ada pula makam Prawoto Sidik yang tak lain adalah Kebo Kanigoro yang menjadi tujuan pelarian Joko Tingkir saat bermasalah dengan Sultan Demak ( Babad Tanah Jawi).
Kali Dengkeng yang menjadi pemersatu dari anak trah Brawijaya V merupakan saksi dari sebuah pelajaran hidup mengenai kebersamaan dalam satu rasa.
Kemudian setelah Demak selesai muncul Kraton Pajang dengan Joko Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya hingga akhirnya berpindah ke Mataram oleh anak angkatnya Sutawijaya. Perjalanan Joko Tingkir saat merasa bersalah ketika tanpa sengaja membunuh salah seorang calon taruna kerajaan Demak memaksanya untuk keluar dan pada akhirnya mendapatkan wangsit untuk mencari saudara ayahnya yaitu Kebo Kanigoro yang tak lain adalah Kyai Purwoto Sidik yang berada di Banyu Biru Weru Sukoharjo. Setelah menimba ilmu dari beliau sesuai dengan pesan yang diamanatkan yaitu disuruh kembali ke Demak melalui jalur sungai dari hulu Kali Dengkeng hingga memasuki Bengawan Solo. Selama perjalanan banyak kisah dan cerita seputar perjalanan Joko Tingkir ini antara lain yang mungkin sudah anda baca atau dengar mengenai pertempuran Joko Tingkir melawan Ki Bahurekso Siluman Buaya Putih penunggu wilayah Bengawan Solo di Butuh Sonorejo.
Satang atau dayung Joko Tingkir yang dibuang setelah memenangkan duel tersebut akhirnya tumbuh menjadi pohon dan berbunga indah sehingga menarik hati Raja Surakarta waktu itu dan menamakan tempat tersebut dengan nama Sonorejo (dari kata Sono berarti bunga dan rejo berarti ramai).
Setelah era Pajang selesai masih berlanjut dengan munculnya Pangeran Samber Nyawa yang tak lain juga merupakan salah satu keturunan Joko Tingkir dari Dyah Banowati dan Raden Mas Jolang (putra Mataram) hingga ke Arya Mangkunegara Kartusura. Pangeran Samber Nyawa atau dikenal dengan nama Raden Mas Said merupakan cucu dari Amangkurat IV raja Mataram, karena adanya polemik serta campur tangan VOC di lingkungan Mataram maka terjadilah sebuah tragedi dimana Arya Mangkunegara diasingkan hingga ke Sri Langka. Hal inilah yang pada akhirnya memicu semangat juang RM Said untuk melawan kesewenangan VOC Belanda yang terlalu ikut campur dalam wangsa Mataram. Bagi warga Sukoharjo tentu tidak asing dengan sepak terjang Pangeran Samber Nyawa khususnya wilayah Sukoharjo Selatan yang menjadi salah satu wilayah perjuangan beliau hingga berhasil membuat VOC Belanda kewalahan dan mengangkat beliau menjadi salah satu Adipati yang sejajar dengan Raja di waktu itu dengan wilayah kekuasaan yang membentang dari Karanganyar, Wonogiri, Gunung Kidul dan Kedu.
Setelah era Mangkunegara muncul kemudian Perang Besar Jawa yang dipelopori Pangeran Diponegoro melawan VOC Belanda. Perang terbesar melawan VOC Belanda ini berlangsung antara tahun 1825 hingg 1830, walaupun terhitung singkat selama 5 tahun namun Perang Diponegoro merupakan perang terbesar dalam sejarah di Pulau Jawa bahkan hingga mencapai kerugian yang dasyat mengurangi populasi rakyat Jawa hingga separuhnya. Tak luput VOC Belanda pun mengalami kerugian yang besar pula termasuk matinya beberapa jendral di kalangan VOC Belanda.