Setelah rangkaian acara selesai segera saya dan pak kyai Zainuddin meluncur menembus pekat malam menuju Dengkeng Bakalan yang berjarak kurang lebih 15 km dari Ketro. Setelah sampai di rumah transit milik pak Kardi kami dijamu makan malam bersama jamaah masjid setempat diselingi acara sharing dan diskusi.
Suguhan kopi hitam tak lupa tersaji menemani ngobrol kami. Setelah kiranya puas ngobrol tentang kondisi Dengkeng saya, pak Udin dan jamaah meluncur ke pemakaman warga untuk ziarah kepada makam kyai Karto Nanggolo seorang waliyullah yang berhasil membuat saluran air untuk lahan pertanian masyarakat di masa perjuangan tersebut. Makam yang berada di sebelah timur dusun Dengkeng menyambut kehadiran kami dengan suasana yang sakral dan khidmat seolah olah mempersilahkan hadirnya rombongan kami malam itu.
Rangkaian doa dipanjatkan jamaah dipimpin oleh pak kyai Zainuddin dengan khusyuk. Dengan bacaan Fatehah dan tahlil yang ditujukan kepada beliau serta orang orang yang telah tiada di makam tersebut.
Malam itu terasa sangat syahdu akhirnya dapat menuaikan janji untuk berziarah ke makam beliau seorang tokoh yang berjasa bagi masyarakat khususnya warga dusun Dengkeng dan sekitarnya.
Selepas ziarah kami berdua, saya dan pak kyai Zainuddin memohon ijin berpamitan untuk kembali pulang.
Sebuah pengalaman yang akan selalu saya ingat mengenai tokoh lokal Mbah kyai Karto Nanggolo yang memiliki karomah dan diakui oleh Belanda saat itu dengan hadiah tanah sebagai bentuk penghargaan atas jasa beliau membuat saluran irigasi untuk petani-petani disekitar kawasan Dengkeng Bakalan Jumapolo. Khalid
No comments:
Post a Comment